Seperti sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, Hashomer  adalah sebuah kelompok teroris Zionis yang kemudian bermetamorfosis  menjadi sebuah kelompok teroris Zionis lainnya bernama Haganah (baca:  "Hah Gah nah’).
Menurut Ami Isseroff, Haganah adalah gerakan bawah tanah Yahudi yang  didirikan pada tahun 1920 dengan nama resmi Irgun HaHagannah Ha’vri.  Haganah bisa dikatakan sebagai salah satu pilar organisasi paramiliter  Yahudi di wilayah Palestina saat masih menjadi wilayah mandat Britania  Raya sejak 1920 hingga 1948.
Madjid Shafa dalam bukunya Negara Fiktif menyatakan bahwa  kelompok ini merupakan Organisasi Militer Zionis yang memulai  aktifitasnya sejak tahun 1921 di Jerusalem. Tujuan mereka tiak lain  adalah mengusir kaum muslim Palestina dan menempatkan orang Yahudi di  bumi para nabi tersebut.
Saat pembentukan organisasi ini, pemimpin mereka pun mengatakan bahwa  tujuan dari didirikannya Haganah adalah membela kehidupan, kepemilikan  dan keagungan para warga Yahudi.
Oleh karena itu, begitu saja Haganah terbentuk, banyak elemen pasukan  Yahudi yang segera bergabung di dalam barisan Haganah. Mereka notabene  adalah orang-orang Yahudi yang pernah berperang di Balkan bersama pihak  Inggris pada pertengahan Perang Dunia Pertama yakni antara tahun 1917  sampai 1918.
Menurut Madjid Shafa, membanjirnya para imigran Yahudi dari beberapa  negara Eropa, khusunya Eropa Timur, diantara tahun 1920-1930 semakin  memperkuat salah satu sel kelompok teroris Zionis ini. Hal ini  dikarenakan bahwa sebagian besar imigran yang baru datang adalah pemuda.  Banyak dari mereka yang juga memiliki pengalaman di bidang organisasi  milisi dan rahasia di tempat-tempat pemukiman Yahudi di Eropa Timur.
Pada tahun 1920- 1930, di bawah pimpinan David Ben-Gurion, Haganah  melaksanakan aksi teror dan kekerasan. Haganah yang semula hanya  terbatas sebagai kekuatan bersenjata demi mempertahankan pemukiman  imigran Yahudi, kemudian berubah menjadi laskar yang melakukan  penyerangan terhadap warga Arab-Palestina. Mereka juga melakukan  pengadaan dan pembelian senjata untuk merancang konflik dengan  masyarakat Arab-Palestina yang kemudian dikenal dengan rencana Ben Zion  Dinos, sebuah rencana yang menyusun daftar dan tanggal aksi pembunuhan  terhadap para pemimpin Arab-Palestina saat itu.
Pemilihan tempat-tempat pemukiman Yahudi yang murni dibangun dengan  tujuan strategis dan politis sangat berpengaruh dalam terbentuknya  Haganah dan pola pikir para anggotanya. Pemilihan tempat pemukiman  Yahudi tidak hanya berlandaskan pada faktor ekonomi, tapi juga faktor  kebutuhan pertahanan sentral dan strategi penempatan warga Yahudi  berdasarkan jaminan akan eksistensi politik warga Yahudi di seluruh  tanah Palestina.
Menurut mereka, berhadapan langsung dengan warga Arab secara khusus  akan mempengaruhi faktor ekonomi. Menurut mereka hal ini pada gilirannya  akan menjadikan pemukiman Yahudi tersebut menjadi sebuah benteng kokoh  untuk pertahanan Haganah. Program-program ekonomi dan pertanian pun  akhirnya dijalankan secara bersamaan dengan program militer.
Haganah memiliki dua komando rahasia, yaitu komando tinggi sipil dan  komando tinggi militer. Dua komando ini tunduk pada kelembagaan Zionis  yang berpusat pada agen-agen Yahudi.
Pada awal mula perkembangannya, Haganah mengadakan hubungan dengan  Hestodort,yakni sebuah organisasi Persatuan Para Buruh Yahudi di Israel.  Pada dekade 1920an pun Haganah menyiapkan landasan untuk aktivitasnya  di bidang spionase dan juga penyelundupan senjata dan pemindahan warga  Yahudi ke Palestina.
Abdul Wahhab Maisiri dalam bukunya Mausu’ah al Mafahim wa al Musthalahat ash Shhahyuniyah menyatakan  bahwa Yosef Hekht, seorang pemimpin Haganah, dalam laporannya kepada  David Ben Gurion terkait masalah ini mengatakan, “Di masa itu, Haganah  (sudah) memiliki 27 senapan mesin, 750 senapan 1050 revolver, dan 750  granat. Karena jumlah senjata ini dirasa tidak cukup untuk menguasai  Palestina, maka para personil Haganah berupaya mengimpor senjata dari  luar negeri. Hal ini dilakukan melalui penyelundupan senjata dan  pembangunan beberapa pabrik kecil pembuat senjata ringan.”
Selanjutnya Abdul Wahhab mengatakan, pada mulanya perlindungan  terhadap semua koloni dan pemukiman Zionis masih berada di bawah komando  pusat Haganah. Namun, setelah terjadinya peristiwa revolusi 1929,  Haganah mulai mengatur kelembagaannya atas dasar ekspansi, perluasan  pendudukan dan operasi teror. Haganah juga mengumpulkan berbagai  perangkat senjata dan menyimpan bahan logistik, serta memproduksi  sebagian lainnya pada tahun-tahun berikutnya.
Ketika Buku Putih Kedua [1] dipublikasikan pada tanggal 21 oktober  1930, yang mencakup pasal-pasal pemindahan orang-orang Yahudi ke  Palestina, maka pihak zionis memutuskan untuk memperkuat Haganah dan  menggunakan beberapa cara untuk menghalangi kedatangan yang tidak  diinginkan dari warga Yahudi ke Palestina.
Namun siapa sangka, pada tahun 1931 Haganah pun terpecah. Hal ini  terjadi menyusul pertikaian di tubuh internal mereka sendiri dan  memunculkan sebuah faksi bernama Haganah B. Akan tetapi, pada tahun 1936  kelompok “sempalan” ini kembali bergabung ke Haganah meski sebagian  lainnya menolak kembali dan lebih memilih membentuk kelompok baru benama  Irgun.
Kendati Haganah dalam beberapa kasus, mengeluarkan pernyataan yang  mengutuk aksi Irgun, namun penjelasan-penjelasan transparan para  pemimpin organisasi ini khususnya, Menachem Begin dan  tulisan-tulisannya, malah menyingkap koordinasi kemiliteran dua  organisasi ini dalam pembagian peran dan tugas.
Haganah memiliki banyak kerjasama dengan pasukan Ingris dalam meredam  revolusi rakyat Palestina pada tahun 1929. Oleh karena itu, pemerintah  sementara Inggris menugaskan salah seorang perwiranya untuk membentuk  brigade-brigade Zionis demi memadamkan revolusi rakyat Palestina.  Pemerintah sementara Inggris juga memberi izin kepada Haganah untuk  membentuk satuan polisi bernama Nou Therim. Satuan ini sendiri terdiri  dari 22 ribu prajurit yang dilengkapi senjata dan sarana militer yang  kiranya diperlukan.
Pada 1937, sebuah unit khusus bernama Mossad Aleya Bet pun dibentuk  oleh Haganah. Unit ini bertugas mengawasi operasi penyelundupan  orang-orang Yahudi ke Palestina. Di masa itu pula, sebuah unit lain  dengan nama sandi Richsen dibentuk untuk memperoleh senajata. Dan masih  di tahun yang sama, sebuah unit lagi diciptakan dengan nama Shirot  Yadiot atau Sha yang bertugas menjaga kepentingan intelejensi milisi  Haganah.
Sebagian besar operasi Aleya Bet dan Richsen diemban oleh Haganah  sendiri. Sedangkan Sha memainkan peran penting dalam mensukseskan  jalannya berbagaioperasi ini. Sebagai contoh, Haganah memberikan  informasi tentang kiriman muatan senjata untuk pasukan Inggris di  Palestina. Dalam banyak kasus, senjata-senjata ini malah jatuh di tangan  Haganah sendiri.
Melalui kesepakatan khusus yang dibuat oleh Aleya Bet dengan  manajemen operasi khusus Inggris, dia mulai mengatur operasi para  penerjun payung Haganah di berbagai negara Balkan yang notabene dikuasai  oleh Nazi.
Meski alasan resmi dan tujuan yang diprogandakan dari operasi-operasi  ini semata-mata untuk mendorong warga Yahudi kawasan Balkan melawan  Nazi, namun para penerjun payung Haganah sama sekali tidak menunjukkan  aktivitas di bidang ini. Kegiatan mereka semata-mata difokuskan pada  hubungan dengan organisasi-oraganisasi Zionis di kawasan itu, dengan  tujuan mengkoordinasi operasi pemindahan warga Yahudi ke Palestina.  Hasilnya, dengan cara ini mereka berhasil memindahkan 10.000 warga  Yahudi Balkan ke Palestina.
Dalam tahun-tahun pertama Perang Dunia II, pemerintah Inggris meminta  Haganah untuk bekerja sama kembali, karena ketakutan akan serbuan  Kekuatan Poros ke Afrika Utara. Setelah Erwin Rommel dikalahkan di El  Alamein pada 1942, Inggris menarik dukungannya terhadap Haganah. Di  tahun 1943, setelah permintaan dan negosiasi yang lama, tentara Inggris  mengumumkan pendirian Brigade Yahudi. Ketika Yahudi Palestina  diperbolehkan mendaftarkan diri ke dalam tentara Britania sejak 1940,  ini adalah pertama kalinya sebuah unit militer khusus Yahudi berperang  di bawah bendera Yahudi. Brigade Yahudi terdiri atas 5.000 tentara dan  ditempatkan di Italia pada bulan September 1944.
Selanjutnya, operasi pengumpulan senjata secara illegal terus  dilakukan Haganah hingga pada tahun 1948 dimana kemudian Negara Zionis  Israel berdiri. Sebagai contoh ketika pasukan Inggris mundur dari  Palestina pada tahun 1947-1948, unit Sha memberikan informasi akurat  perihal waktu tahap-tahap pengunduran diri mereka kepada Haganah.
Informasi-infomasi ini membuat Haganah dapat menduduki tempat-tempat  yang ditinggalkan pasukan Inggris. Begitu tempat-tempat ini dikosongkan,  dalam tempo beberapa meni saja, Haganah berhasil memperoleh  senjata-senajta mereka.
Hal ini terus berlanjut sehingga ketika masa pendeklarasian  berdirinya Israel pada 15 Mei 1948, Haganah telah sedemikian siap dari  segala segi pasukan dan persenjataan. Maka itu tak heran bahwa Haganah  lah yang kemudian diizinkan dari tadinya sebuah milisi Zionis lalu  berubah secara resmi menjadi tentara Israel.
Langkah ini tidak lain dilakukan oleh Ben Gurion perdana menteri dan  menteri perthanan rezim Zionis pada masa itu. Begitu rezim zionis,  dibentuk Ben Gurion segera mengeluarkan perintah agar Haganah dan  Kelompok-kelompok militer Zionis lainnya bergabung untuk menjadi tentara  Israel.
Pada 28 Mei 1948, kurang dari 2 minggu setelah berdirinya negara  Israel pada 15 Mei, pemerintah sementara meresmikan Pasukan Pertahanan  Israel sebagai pengganti Haganah. Pemerintah juga tidak mengakui  angkatan bersenjata selain daripada itu. Irgun melanggar keputusan ini  yang kemudian melahirkan perselisihan antara Haganah dan Irgun.  Perlahan-lahan Irgun meletakkan senjata dan Menachem Begin mengubah  milisinya menjadi sebuah partai politik yang bernama Herut.
Footnote:
[1] Buku Putih 1939, yang juga dikenal sebagai Buku Putih MacDonald  sesuai dengan nama Malcolm MacDonald, Menteri Negara Urusan Koloni  Britania Raya yang memimpin penulisannya, adalah sebuah dokumen yang  berisi kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah Britania di bawah  Arthur Neville Chamberlain yang memutuskan untuk meninggalkan gagasan  tentang pembagian Palestina di bawah mandat Britania, dan sebaliknya  membentuk Palestina yang merdeka yang diperintah bersama-sama oleh  orang-orang Arab dan Yahudi.


